Hujan lebat akhirnya berakhir, hanya ada
gerimis kecil yang masih saja ingin membasahi bumi saat ini. Awan kumulus yang
sedari tadi menghiasi langit kini mulai hilang menjadi awan stratus yang
menggantikan. Aku sedang berdiri menghadap pada langit yang mendungnya akan
hilang, bersandar tangan pada pagar balkon gedung kuliahku. Aku sedang menunggu
dia, seorang yang sejak kemarin berjanji untuk menjemputku. Merindukanku,
satu-satunya alasan dia ketika aku tanya mengapa ingin sekali menjemputku.
Terhitung lima belas menit sepertinya,
durasi aku menunggunya. Kemudian dia datang, dengan air muka bingung seperti
tidak pernah sama sekali ke tempat ini. Dia mencariku, dengan gerakan leher ke
kanan dan ke kiri. Aku melihatnya lucu, sambil terkikik aku menghampirinya. “Mau cari siapa, mas?” dengan gaya centil
aku bertanya padanya. “Mau cari bidadari
jatuh dari surga di hadapanku, eeeaaaa.” Jawabnya dengan meniru lagu
boyband seraya menyodorkan helm kepadaku.
Kami baru saja keluar kampus lewat gerbang
Ambarawa. Dia duduk di depan, mengendalikan setir. Aku duduk di belakang,
tanganku berpegangan pada tubuhnya bagian samping. Dengan ditemani gerimis kita
menerobos jalanan Galunggung menuju rumahku. “Laper, sayang?” Tanyanya ketika kami terhenti karena lampu merah. “Jelaaaaaas......” jawabku dengan
melongokkan kepala agar wajahnya tertatap olehku. “Yaudah, makan dulu yuk. Ayam goreng, mau?” Tanyanya. “Mauuuuuuuuu......” Jawabku dengan
sedikit bergembira. “Kamu apa yang ndak
mau, sayang” pintanya sambil menjulurkan lidahnya meledekku. “huh...” Aku merajuk, melepaskan
peganganku. “Yeeee.. Ngambek”
Jawabnya sambil menarik gas kencang.
Gerimis akhirnya reda, tidak ada hujan,
tidak ada air yang jatuh pada bumi sama sekali. Dia mengajakku berhenti di
rumah makan siap saji dekat Sarinah, kawasan alun-alun kota Malang. Aku turun
dari boncengan. Dia memakirkan motornya. Dengan menggandeng tanganku, kami bergegas
masuk rumah makan itu. “Aku nanti mau
makan ayam goreng sama nasi, bubur ayam, sama burger. Terus terus minumnya
soda.” Aku meminta padanya seperti seorang anak minta kepada ayahnya. “Yaudah aku pesen kopi aja, nanti pasti kamu
gak habis.” Jawabnya dengan sikap dominan yang dimilikinya, cuek. “Duduk di outdoor aja yaa, basah semua lho,
kena AC malah semakin dingin.” Perintahnya yang tidak lama lagi ditimpali
dengan “aku beli ke dalem dulu ya, kamu tunggu
sini, gak usah kemana-mana, gak usah genit sama orang lewat.” Mengajakku bercanda.
“Siap, boss!” jawabku seraya hormat
pada komandan pleton.
“Kamu
gak makan?” tanyaku. Dia hanya menggeleng sambil meneguk kopi miliknya. “Emangnya gak laper?” kataku menjejali
dia dengan pertanyaan sambil mengunyah bubur ayam permintaanku. “Tadi aku udah makan di rumah” jawabnya
lagi-lagi cuek. “Ini makan burgerku.”
Perintahku sambil menyodorkan burger, sepertinya bubur ayam sudah membuat
lambungku penuh. “tuh kan, kamu mesti minta
banyak akhirnya gak dimakan.” Dia menasehatiku.
Saling bertatapan, tapi tidak saling mengeluarkan suara. Kami berdua sedang sibuk melahap yang ada di atas meja. Ketika burgernya habis, dia juga menghabiskan kopinya yang memang sudah tegukan terakhir. “Kamu gak sayang aku ya?” Tiba-tiba suaranya yang berintonasi rendah mengagetkanku yang sedang memilah sayap ayam yang boleh dan tidak boleh dimakan menurut tahayul orang jawa. “kenapa tanya gitu?” jawabku dengan bertanya kembali dan masih terpaku pada ayam goreng itu.
“Rasanya aku ndak pernah kamu marahi karena
hal yang mantan-mantanku dulu lakuin, kamu ndak penah merasa cemburu waktu kamu
lihat aku masih nyimpen foto bareng mantanku. Kamu ndak pernah marah kalo liat
aku bbman ato smsan sama cewek lain. Kamu ndak pernah marah kalo smsmu gak aku
balas waktu aku latihan, seenggaknya kirim ulang smsmu atau miscall aku gitu, kamu
ndak pernah. Kamu ndak pernah marah kalo ada yang genit waktu foto sama aku. Kamu
ndak pernah marahin aku waktu aku gak bisa nemenin kamu karena aku latihan,
bahkan kamu ndak pernah marah kalo kita cuma ketemu dua minggu sekali atau
sebulan sekali padahal kita satu kota. Intinya kamu ndak prnah cemburu sama
aku. Kata orang, cemburu itu tanda sayang. Kamu ndak pernah cemburu. Jadi?”
Dia menutup pernyataannya dengan pertanyaan.
“Aku mau pulang.” Jawabku singkat, masih melongo mendengar pernyataan sepanjang itu dari orang yang aku kenal cuek. “lho, gak mau habisin makannya?” tanyanya. Aku hanya menjawab dengan gelengan kepala yang tegas, aku merajuk, ingin menangis tapi air mata sedang tidak ingin unjuk gigi. “cuci tangan dulu, sayang.” Pintanya lagi seperti tidak ingat yang sudah dikatakan panjang lebar tadi. Dalam keadaan seperti itu terkesan sok manis. Membencikan sekali.
“yuk, sayang.” Ajaknya, seraya menarik tanganku supaya aku lekas duduk di jok belakang badannya. Aku tidak berpegangan seperti yang aku lakukan tadi. Tidak cerewet seperti biasanya. Aku hanya diam. Dia juga terdiam seakan tidak ada percakapan yang bisa di mulai di antara kami berdua. Sesampainya di rumah aku langsung turun, tidak mempersilahkan dia untuk mampir. Aku hanya bilang “hati-hati” lalu masuk dalam pagar rumahku dan menutupnya.
“cepat mandi, jangan pedulikan omonganku tadi. Aku sayang kamu :*”
Smsnya mendarat di handphoneku tiga menit setelah aku masuk rumah. Sepertinya dia mampir di tepi jalan raya hanya untuk mengirim sms untukku, tapi sedikitpun tidak dapat menyentuh perasaanku. Aku kecewa, dia berargumentasi tanpa tanya alasannya. Tapi, kadang aku berpikir bahwa salahku juga tidak pernah memberi tahu tentang ini padanya. Aku meletakkan handphoneku di atas kasur, bersiap untuk memulai ritual mandi soreku setelah terkena hujan tadi.
Setelah ritual mandiku selesai, aku memandangi handphone. Sembilan panggilan tidak terjawab. Memandang iba wajahnya yang terpampang di layar handphone. Batinku berkata untuk mengesudahi sikap egoisku saat ini, sikap yang tidak akan menguntungkan apa-apa. Sikap yang hanya akan menimbulkan dendam yang seharusnya tidak terjadi. Dan pada tulisan ini aku menjawab,
“Teruntuk seseorang yang sedang berada pada jarak sepuluh kilometer dariku saat ini. Seseorang yang sudah aku cintai sesuai permintaannya beberapa waktu yang lalu. Baca, baca ini dengan seksama. Tolong, semoga ini tidak menjadi salah paham lagi. Dengarkan bahwa aku sangat menyayangimu, rasanya tidak mungkin bagiku untuk tidak sayang kepadamu. Untuk masalah mengapa aku tidak pernah marah karena kamu masih menyimpan fotomu adalah hanya satu, karena mereka masalalumu. Aku menyayangimu hari ini, masa ini. Kalau bisa malah aku berterimakasih kepada mereka. Karena mereka, kamu menjadi kamu yang hari ini, tentunya lebih baik dari kemarin-kemarin. Dan jawaban untuk pertanyaan kedua dan ketiga, mengapa aku tak pernah marah ketika tahu kamu masih smsan atau bbman dan foto bersama cewek genit adalah aku pernah diam-diam membaca itu semua, dan aku tahu apa isi dari bbm dan smsmu, semuanya peduli terhadapku, semuanya mengakui eksistensisku sebagai kekasihmu. Mungkin terkadang aku cemburu kepada beberapa dari mereka yang berkata rindu dan kangen kepadamu, aku cemburu terhadap cewek genit yang mengajakmu foto, tapi aku tidak akan pernah untuk marah ataupun melarangmu untuk berteman dengan mereka. Karena mengapa? Sekuat-kuatnya aku menahanmu, mendekapmu, melarangmu untuk bergaul dengan teman wanitamu. Jika kita berdua bukan jodoh yang digariskan Tuhan, pasti selalu ada wanita lain yang mampu mengalahkanku untuk membuatmu lebih jatuh cinta. Sebaliknya jika kita berjodoh, hatimu juga tidak akan mampu untuk jatuh cinta selain denganku. Aku tidak ingin kecewa untuk kesekian kalinya, sayang. Untuk jawaban dari pertanyaan berikutnya, mengapa aku tidak pernah marahin kamu waktu kamu gak bisa nemenin aku karena kamu latihan, mengapa aku tak pernah marah kalo smsku gak kamu balas waktu kamu latihan, seenggaknya kirim ulang smsku atau miscall kamu, aku gak pernah, bahkan aku tidak pernah marah kalo kita cuma ketemu dua minggu sekali atau sebulan sekali padahal kita satu kota adalah kita sudah sama-sama besar, sudah mampu membedakan mana yang prioritas dan mana yang bukan. Kalau kamu sedang latihan, ya sudah aku tidak mau mengganggu kegiatanmu, fokuslah pada satu kegiatanmu agar pikiranmu tidak terpecah. Melihatmu kelelahan membagi waktu antara bekerja, kuliah, dan latihan karate rasanya sudah tidak tega untuk menambah bebanmu karena amarahku yang hanya mengikuti sikap egoisku. Semakin besar aku semakin tahu bahwa lebih baik mengecilkan masalah besar, dan tidak mempermasalahkan masalah kecil daripada sebaliknya. Dan untuk terakhir kalinya, aku harap kamu mengerti bahwa aku sangat menyayangimu, aku tidak ingin kamu terbebani hanya karena keegoisanku. Jangan bilang aku tidak pernah cemburu, kamu masih ingat kan kalau aku pernah bilang, aku cemburu jika kamu dekat bersama ini dan itu? Mungkin ditambah satu lagi, aku cemburu terhadap senpaimu yang pernah sms kepadamu dan bilang bahwa kamu ganteng sehabis potong rambut itu. Aku tidak bilang karena aku tidak ingin mempermasalahkan masalah kecil. Aku berharap, semoga tidak ada orang lain yang membuat kita berdua berpaling. Semoga memang kamu yang dituliskan oleh Tuhan untukku, begitu juga sebaliknya. Dan pada kesempatan ini, tolong maafkanlah aku yang sedari tadi tidak menggubris segala perkataanmu.”
Yang sedang menunggu pesanmu,
Aku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar