Sayup mataku ingin mengatup
malam ini
Namun, enggan sebab ada yang
memutar di pusat peradaban logika
Yang pada akhirnya akan
menghasilkan zat yang tak mampu menutup mata
Sudikah dirimu membaca ini,
kekasih?
Sebab aku sedang tak perlu
pembaca lainnya, yang kuperlukan hanya kamu.
Ingatkah engkau tentang
percakapan kita di tengah malam beberapa hari atau bulan yang lalu?
Percakapan tentang kamu yang
jalan-jalan di sebuah Mall bersama teman-temanmu
Apakah kau tau arti
sebenarnya tawa yang ada di lubang headsetmu?
Tawa itu adalah palsu,
karena yang sebenarnya adalah bibir yang maju tanpa kau tau
Bibir maju itu diutus hati
yang sedang iri
Hati iri pun diutus
imajinasi
Imajinasi yang menggambarkan
betapa beruntungnya temanmu
Temanmu yang baru kau kenal
belum lama tetapi sudah merasakan bagaimana serunya berjalan di Mall bersamamu.
Bersama orang yang telah
lama mengenalku
Bahkan aku pun belum tau
bagaimana serunya
Ada yang lebih dari ini,
kasih?
Ketika ku mendengar bahwa
target menikahmu adalah tiga tahun lagi
Lalu kutandas dengan siapa
kau akan melakukannya
Hatiku telah berteriak aku
dengan kencang
Namun, kau tau kasih?
Mencintai dengan penuh dan
sungguh tak cukup untuk melisankan itu
Sebab ku tau perasaanmu
Cinta tak membuatmu bertahan
lebih lama dari ini, kan?
Jika dibanding dengan nyaman
berteman yang kau rasa
Ku lebih memilih untuk tak
mengungkapkan cinta
Sebab ku juga tak ingin
menanggung resikonya
Resiko kepergianmu sebab
risih dengan perasaanku
Aku tau itu
Namun, kasih?
Apakah kau tak ingin tau
pula?
Tentang bagaimana menjaga
perasaanku agar tak terus-menerus berharap kepadamu
Seharusnya kau tau caranya,
sebab tak mungkin kau tak tau perasaanku
Ku pernah mengatakannya
meskipun tak sering
Dan itu tak mungkin mudah
berubah bila dilihat kehadiranku di hidupmu
Jika kau tak sudi mempunyai
perasaanku
Seharusnya kau tak perlu
melambungkan diriku
Sebab posisi lambung
membuatku berharap dan berharap lagi
Sudahlah, kasih.
Ku bosan dengan kiasan sebab
pasti kau tak memahaminya.
Intinya adalah; aku cinta,
tapi aku tak berani bilang
Karena ketika aku bilang
Kau akan selesai dengan
“kita”, kan?