Dewasa ini, merasakan sakit hati sudah hal yang
lumrah. Tetapi, pasti ada salah satu dari rasa sakit hati tersebut menjadi
terhebat. Seperti sakit hati yang terakhir aku rasakan. Bersamamu. Aku katakan
terhebat, karena aku belum pernah merasakan sebelumnya. Saat sedang
cinta-cintanya hingga bodoh melupakan iman yang membesarkanku demi menghabiskan
waktu yang belum terjalani denganmu, orang yang aku percaya akan
membahagiakanku sampai akhir.
Ternyata kemudian kamu bertemu orang lain yang
tentunya lebih baik dari aku, aku tahu itu. Kamu pergi meninggalkan segala
pertanyaan yang tidak akan pernah terjawab sampai kapanpun. Aku bukakan pintu
jalan keluar lebar-lebar, aku tidak pernah menahanmu. Aku percaya, segala yang
terjadi pada hidupku tidak lain dan tidak bukan adalah rencana sang pencipta
langit di atas tanpa menggunakan tiang penyangga. Tuhan memang hebat, membuatmu
pergi hanya karena Tuhan menyayangiku dan tidak ingin aku berpaling hanya
karena kamu yang tidak lebih penting. Iya, aku sebut Tuhan yang membuatmu
pergi, bukan siapa-siapa, bukan apa-apa, hanya satu, Tuhan masih menyayangiku.
Semenjak kamu pergi, aku mulai merasakan adanya block memory pada diriku. Aku berusaha
melupakan segala tentang kedustaan yang pernah kita jalani, kebahagiaan yang
penuh dengan kepalsuan, keindahan yang terasa pahit. Tidak membutuhkan waktu
lama, hanya hitungan satu hingga tujuh hari aku melupakanmu. Aku mantapkan hati
dan otakku untuk memohon ampun dan mengembalikan semua imanku yang pernah
sengaja aku buang sia-sia, sungguh aku sangat bersedih karena ini.
Aku jalani waktu tanpamu, meskipun menyedihkan aku
mampu menciptakan bahagia. Bahagia mendapat hidayah iman dari Tuhan, inshaAllah aku tidak ingin lagi
mengulanginya. Bahagia menjalankan hidupku dengan bertemu orang-orang baru dalam
bacaan, seperti karakter yang dibentuk penulis dalam novel, aku selalu
mencintai mereka. Bahagia menemukan true
friends yang inshaAllah tidak
pernah berkhianat. Dan bahagia lainnya yang begitu banyak untuk disebutkan.
Jalan demi jalan aku coba telusuri, lambat laun
terbuka juga. Hikmah apakah yang aku dapatkan semenjak mengenalmu, mencintaimu,
dan sakit hati karenamu. Ternyata banyak, sangat banyak. Yang jelas aku lebih khusyuk untuk berkomunikasi dengan
Tuhan. Aku lebih paham jika harus memprioritaskan yang penting terlebih dahulu
kemudian yang membahagiakan. Aku belajar itu semua. Aku sudah pandai untuk
lebih memilih membantu keluargaku daripada berhura-hura bersama teman-teman,
yang menghidupiku ‘kan keluarga, bukan teman, aku mengingat nasihatmu. Aku
sudah lebih mementingkan penjelasan dari dosen daripada bercandaan sekitar. Aku
sudah bisa fokus untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah daripada bermain. Dan
kamu tahu, semua itu membuatku berkembang pesat. Saat bersamamu nilaiku
asal-asalan karena jujur saja kamu mampu mengalihkan perhatianku dari
cita-citaku menjadi hanya padamu. Dan ketika kamu pergi dan tidak ada lagi yang
menyita perhatianku, nilaiku menjadi tidak asal, semuanya mendekati sempurna.
Terimakasih, padamu yang telah memotivasi dalam
diam. Padamu yang membuatku tidak ingin terlihat lemah di hadapanmu. Padamu
yang ternyata berpengaruh besar jika kamu membenciku. Sekali lagi,
terimakasih...
Siapalah aku tanpa adanya kamu dalam hidupku? Hanya
seonggok daging yang bergerak dan hanya bisa dewasa pada beberapa aspek, tidak
semua aspek. Aku mengaku menyesal telah menomor sekiankan yang penting.
Terimakasih, telah masuk dalam perjalanan hidupku
dan sangat berpengaruh dalam diammu....
The Most Lucky
Person,
Tante Bundar